Jumat, 13 Desember 2013

Bunga Mawar Ujung Gang 5

     Sore itu, sekitar jam 4 aku duduk2 di bangku kayu bawah pohon mangga belakang musholla. Tempat ini adalah tempat favoritku ketika melepas penat sepulang sekolah. Tiba2 saja Tiri datang menghampiri aku.

     "Alim, ini ada titipan surat dari Rosi. Kemarin malam dia menitipkannya padaku, untuk disampaikan padamu."

     "Oh ya? Makasih ya Tiri."

     "Alim, boleh saya tanya sesuatu ama kamu?" tanya Tiri.

     "Boleh.... kenapa tidak?"

     "Kamu tuh benar2 jadian ama Rosi?"

     "Ah.... enggak... kami cuman berteman saja kok..." selorohku.

     "Sepertinya Rosi naksir kamu. Hanya saja dia ragu, karena kamu dekat ama Lusi."

     "Hmm.... aku pikir juga begitu...."

     "Sebenarnya sih itu urusan kamu. Hanya kamu perlu tahu, Rosi ama Lusi tuh sejak dulu musuhan."

     "Iya, aku juga tahu."

     "Ya udah, itu saja yg mau aku sampaikan. Aku mau pulang dulu...."

     "Makasih ya Tiri...."

     Selepas Tiri pergi, ku buka surat itu.

Kepada : Alim Yang Baik

Terima kasih atas pertemanan kita selama ini. Hanya kamulah satu2nya orang yang mengerti aku. Namun ada suatu hal yang perlu aku sampaikan padamu. Dan kuharap kamu mau menemui aku di tanggul kali Cimanuk hari Minggu pagi jam 8.


Kalau kau mau ku terima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kau kembali
untukku sendiri tapi


Sedang dengan cermin 
aku enggan berbagi

Rosi

     Apa maksudnya ya? Aku penasaran.


* * * * * * * * * *

     Minggu pagi, di tanggul kali Cimanuk. Di atas ranggon kayu aku duduk2 menunggu Rosi. Kulihat jam tangan, waktu sudah menunjukkan pukul 08.00, tapi kok Rosi gak muncul2 ya.... Huh.... jenuh.... Maka aku tiduran di atas ranggon. Angin yang berhembus pagi itu sepoi2 mengoyang2an dedaunan, sehingga menimbulkan suara gemerisik, disahut nyanyian burung2 yang berkicau. harmoni alam yang begitu harmonis, sehingga tak terasa aku tertidur.

     Tiba2 terdengar sapaan halus di telingaku. Suara yang amat aku kenal.
      "Hay, Alim.... sudah lama menunggu ya?"
     
     Cepat-cepat aku bangun. Dan Rosi sudah duduk disampingku. Mengenakan kaos lengan panjang bergaris warna putih-biru, dan bawahan panjang warna biru tua. Rambutnya yang panjang tergerai tampak masih basah dengan aroma yang sangat wangi. Rupanya dia habis mandi.
     
     "Maaf ya 'buat kamu menunggu lama. Pagi ini cucianku banyak sekali. Baju seragam dan sepatu. Kamu dari tadi disini?"

     Kulirik jam tangan. "Baru 20 menit". 

     "Kamu punya acara gak hari ini?"

     "Ada.... nungguin kamu....." ucapku sambil menatap matanya yang besar dan bulat. Rosi tertawa kecil.

     "Katanya mau nyampein sesuatu, apa itu?" kataku kembali. Rosi terdiam. Matanya jauh menatap riak kali Cimanuk yang panjang berkelok. Dan dikejauhan tampak seseorang sedang menjala ikan dengan jaringnya. 
Tak ada suara.

     "He.... kok diam saja?" Aku mencoba memecah kesunyian hatinya.  
  
     "Alim, aku ingin bertanya sesuatu padamu. Boleh?"

     "Boleh....."

     "Gak marah?"

     "Kenapa aku mesti marah?"

     Rosi menatap mataku dalam2, tak berkedip. Sepertinya ia mengharap sesuatu padaku.

     "Alim, kau naksir ama Lusi ya?"

     "Ah, enggak... kami cuman berteman saja."

     "Jangan bohong....."

     "Kenapa aku mesti bohong?" kataku berbohong. Eh... ternyata berbohong juga aku...

     "Aku tahu sesuatu di dalam hatimu. Kamu gak akan bisa berbohong padaku...." Kata2 Rosi ini seperti menghujam jantungku. Bagaimana dia bisa tahu?

     "Apa maksudmu?"

     "Hubunganmu ama Lusi....."

     "Kamu cemburu padanya?"

     Rosi terdiam. Bibirnya seperti hendak mengatakan sesuatu, namun terkunci.

     "Rosi, kamu naksir aku ya?"

     Sekali lagi Rosi terdiam. Namun dari sorot matanya seperti mengatakan sesuatu, bahwa benar dia naksir aku. Duaarr......!!! Jawaban seperti ini yang sudah lama aku tunggu.

     "Rosi, sebenarnya...... sejak lama... sejak aku dekat ama kamu... aku tuh naksir ama kamu. Namun, karena selama ini Lusi dekat ama aku..."

     "Kamu suka ya sama aku.... Tapi kamu juga naksir ama Lusi...."

     "Ya, sepertinya begitu. Namun itu karena aku belum mendapatkan kepastian darimu...."

     "Sekarang semuanya terserah padamu. Kamulah yang menentukan, pilih aku atau Lusi. Dan kalaupun kamu memilih Lusi, aku tak keberatan.... Dan aku akan menjauh darimu..."

     "Rosi, sebenarnya aku lebih berat ke kamu. Aku dekat ama Lusi karena gak enak aja ama dia, karena selama ini dia baik padaku..."

     "Sekarang terserah padamu.... kamu lelaki, kamulah yang menentukan...."

     "Aku akan memilih kamu... Dan aku akan ngomong baik2 ama Lusi."

     "Bicaralah terus terang ama Lusi, biar semuanya clear..."
 
     "Ya....."

     "Eh, hari sabtu sore kamu punya acara gak?"

     "Gak... emang kenapa?"

     "Antar aku latihan menari ya? Di sanggar seni Mulya Bhakti."

     "Dimana itu?" tanyaku.

     "Desa Tambi, asuhannya Ibu Wangi Indriya."

     "Ooohh... itu.... aku juga tahu... Jam berapa?"

     "Siang jam 2. Aku tunggu ya di depan gang hari sabtu, jam setengah 2."

     "Oke."

     Sore itu aku menemui Lusi dirumahnya. Dan kebetulan saat itu kedua orang tuanya masih di tokonya, belum pulang. Jadi aku bisa bicara bebas padanya. Kuutarakan tentang hubunganku dengan Rosi padanya.

     "Jadi sekarang kamu jadian ama Rosi?" tanya Lusi.

     "Ya. Aku rasa aku mesti jujur padamu. Aku tak mau ada kepura-puraan. Bagaimana menurutmu, Lus?"
   
     Lusi terdiam. pandangan matanya tampak kosong.
   
     "Semua terserah padamu. Aku tak bisa memaksakan hati."

     "Kamu gak marah kan?"

     "Ngapain aku harus marah? Kalau itu memang yang terbaik bagimu, aku terima apa adanya.... yang penting kamu bisa bahagia. Namum pintaku, jangan lupakan aku. Kita tetap bersahabat, kan?"

     "Ya, tentu... kamu adalah sahabat terbaik bagiku..."

     Aku sangat lega Lusi mau menerima keputusanku, walau saat aku pulang aku mendengar ada suara benda yang pecah di dalam rumahnya. Dan beberapa hari kemudian baru aku mendengar dari Imas, kalau Lusi membanting hadiah ulang tahun yang aku berikan di hari ultahnya yg ke 14 tahun.


* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * 

     Siang itu, hari sabtu sepulang sekolah aku mengantar Rosi latihan menari di Sanggar Mulya Bhakti. Aku hanya menunggu di depan sanggar, tidak masuk kedalam. Aku hanya melihat dari kejauhan Ibu Wangi begitu tekun melatih murid-muridnya menari tarian tradisional jawa. Alunan musik gamelan terdengar merdu dari pengeras suara di dalam sanggar.

     Tapi hari itu sepertinya Rosi sedang tidak mood. Kulihat dia amat kikuk. Gerakannya sering salah. Sesekali ia menatap keluar ke arahku. Karena sering salah, akhirnya dia berhenti latihan, dan berdiri di jendela menatap keluar. Dia tampak bingung, entah mengapa.

     Saat itu aku sedang ngobrol dengan bapak penjaga sanggar di luar pagar. Dan tiba-tiba saja Rosi sudah berdiri di belakangku.

     "Hay....." sapa Rosi.

     "Udah selesai latihannya?" tanyaku.

     "Belum. Aku lagi galau nih! Kita jalan2 saja yuk.....!"

     "Kemana?"

     "Kemana saja.... aku lagi gak mood. Latihan juga percuma.... Kita ke jalan2 ke tanggul kali Cimanuk saja yuk...."

     "Boleh.... Permisi Pak Parman, kami mau keluar dulu, " sapaku pada Pak Parman, penjaga sanggar.

     "Oh iya nak, hati2 saja ya.."

     "Iya pak, makasih."

     Kemudian kami berdua berjalan beriringan menyusuri tanggul kali Cimanuk. Langit begitu cerah. Dan angin berhembus sepoy2 menyibak rambut Rosi yang panjang tergerai. Dan kicauan burung terdengar bersahut-sahutan di ranting-ranting pohon sepanjang pinggir sungai. Kami saling diam tak bicara.

     "Hey, kok diam saja sih? Bicara dong...!" ucap Rosi memecah kebisuan kami.

     "Hah? Ngomong apa?"

     "Apa saja.... tentang sekolahmu, tentang keluargamu, atau tentang hatimu...."

     "He he he.... saya lebih suka memandang wajahmu yang manis...."

     "Haaahh.... ngerayu.... " tukas Rosi sambil tertawa, maniiiss sekali.

     "Aku baru menyadari, kalau kamu itu begitu cantik."

     "Hah? Emang kamu belum tahu kalo aku itu udah cantik dari sononya.....? Hahahahahaha..."

     "Aku baru menyadarinya sekarang, setelah kita begitu dekat."

     "Sedekat apa?" tanya Rosi manja. Dan tangan Rosi menggenggam tanganku. Aku terkesiap. Sungguh, baru pertama kali ini aku menyentuh tangan seorang gadis. Hatiku berdesir. Jantungku berdegub tak karuan.

     "Katakan padaku, apakah kamu pernah mempunyai pacar?" tanyaku pada Rosi.

     Rosi menggelengkan kepala.

     "Tidak! Kamu lah lelaki yang pertama mengisi hatiku."

     "Oh ya? Untuk gadis secantik dan semanis dirimu?" tanyaku tak percaya.

     "Ya. Kamu tahu sendiri kan, aku gak pernah keluar rumah untuk sesuatu yang tak penting. bahkan untuk sekedar bermain dengan teman2 pun aku tak pernah."

     "Ya. Walau kita tinggal satu gang, aku gak pernah melihat kamu ikut gabung bermain bersama teman2 yang lain. Kamu lebih suka menatap teman2 bermain dari depan rumah, kemudian masuk kembali kedalam rumah. Kenapa?" tanyaku penasaran.

     "Gak papa. Malas saja.... Alim, kita duduk di pinggir sungai saja yuk. Capek jalan2 terus."

     "Ya."



     Kami berdua kemudian duduk di pinggir sungai, menatap aliran air yang panjang berkelok-kelok. Dan di kejauhan tampak ada perahu penyeberangan.

     "Alim, aku mau naik perahu itu! Kita menyeberang kesana yuk!"

     "Yuk...."

     Kami kemudian menaiki perahu menyeberang sungai. Aku duduk disamping pengayuh perahu, dan Rosi duduk diujung sambil memainkan air.

     "Hati2 neng, nanti terjatuh ke sungai, " pengayuh perahu memperingati.

     "Iya nih anak, iseng banget..." tukasku.

     "Hihihihi.... seneng banget ngelihat air..." jawab Rosi.

     "Iya, nanti kalo jatuh baru tahu rasa...."

     Setelah sampai bibir sungai cepat2 kami naik ke tanggul. Sungguh, ini adalah pertama kali aku menginjak desa seberang sungai.

     "Desa apa ini Lim namanya?" tanya Rosi.

     "Bangkaloa."

     "Sepi sekali ya desanya? Kok gak ada rumah2 ya?"

     "Ada tuh satu, disana," kataku sambil menunjuk sebuah rumah kecil diantara rimbunnya pepohonan.
   
     Rosi kembali menggenggam tanganku. Dan aku pun kini tak ragu2 lagi memegang erat tangannya. Terasa damainya hati ini. Tentraaaammmmm.......sekali..... Kami terus berjalan menyusuri tanggul sungai, hingga sampai pada sebuah rumah mungil sederhana yang aku tunjuk tadi.

     Sesampainya di depan rumah itu, kami duduk di balai bambu di depan terasnya. Rumah itu sepi sekali, seperti tak berpenghuni.

     "Ini rumah apa kuburan ya? Kok sepi sekali, mana penghuninya?" tanya Rosi.

     "Gak tahu. Mungkin lagi pada ke sawah atau ke kebon," jawabku.


     "Emang sih sepertinya tinggal disini tenang. Jauh dari hiruk-pikuk kota dan bisingnya kendaraan."

     "Ya, apalagi buat orang yang sedang pacaran seperti kita. Dijamin gak ada yang mengganggu," jawabku.

     "Hehehehehe... tahu saja...."
   
     Ku pandangi wajah Rosi yang cantik dan manis itu. Rambutnya yang panjang tergerai dengan poni di depannya. Kedua alisnya indah bagai dua buah bulan sabit yang bertemu. Bentuk bibirnya yang lucu. Seyum manisnya yang selalu menghiasi mimpi-mimpiku. Sungguh, ini adalah kesempatan bagi diriku untuk bisa memandang wajahnya lama-lama.

     "Kenapa memandang wajahku terus?" tanya Rosi.

     "Sungguh sempurna Tuhan menciptakan makhluknya."

     "Ya iya lah.... Tuhan tidak menciptakan makhluk dengan sia-sia."

     "Dan ciptaannya yang sempurna itu kini berada disisiku."

     "Dan ciptaannya yang begitu ganteng itu kini mengisi ruang hatiku yang sedang dilanda kasmaran...."

     "Hehehehehe....." kami berdua tertawa.

     "Alim, jadilah kekasihku untuk selama-lamanya..... ini pintaku, tulus dari dalam hatiku... hanya kamulah pelipur laraku. Pengisi kesepian hatiku. Penerang didalam gelapku....." pinta Rosi sambil menggenggam tanganku. Ucapannya kini tampak serius. Raut mukanya pun tampak seperti mengharap suatu kebahagiaan di masa mendatang. Kubalas genggaman tangannya.

     "Berjanjilah padaku, Alim. Jangan sakiti hatiku. Hanya engkaulah tumpahan seluruh jiwaku."

     "Ya, aku berjanji, asal engkaupun berjanti padaku untuk tidak berpaling pada lelaki yang lain."

     "Janji?"

     "Janji!"

     Ragu-ragu kukecup tangan Rosi. Dan Rosipun tampak tersenyum puas.

     "Setiap malam aku selalu memimpikanmu. Setiap aku sendiri wajahmu selalu terbayang. Setiap aku belajar, aku gak bisa konsentrasi. Sepertinya wajahmu muncul disetiap lembaran buku. Setiap aku hendak tidur, wajahmu selalu muncul di langit2 rumah dan tembok. Dan setiap kali aku mendengar kamu adzan di musholla, seolah kamu sedang memanggil-manggil namaku. Terasa tajam menusuk jauh kedalam hatiku. Entahlah, apakah ini yang dinamakan cinta sejati?" ucap Rosi sambil menatapku dalam-dalam. Dan tangannya mempermainkan jari-jemariku. 

     "Ya, mungkin inilah yang dinamakan cinta sejati, " jawabku.

Dan kami kemudian saling diam, larut dalam perasaan cinta yang begitu mendalam.

     Sore, sekitar pukul setengah lima kami kemudian pulang. Sungguh, ini adalah pengalaman yang paling berkesan di hati kami. Dan akan selalu kami kenang seumur hidup kami.


Jangan Tutup Dirimu (by Iwan Fals)


Dari hati yang paling dalam
Kudendangkan... sebuah lagu temani sepi
Sejenak iringi nurani

Ada jarak diantara kita
Selimuti sekian waktu t'lah tersita
Ingin kuhilang jarak terbentang.... semoga

Datanglah kau kekasih, dekap aku erat-erat
Jangan buang pelukku yang tulus
Biarkan hujan turun, basahi jiwa yang haus
Jangan tutup dirimu

Buat apa kau diam saja
Bicaralah agar aku semakin tau, warna dirimu duhai permata
Kau mimpiku... aku tak bohong
Seperti yang kau kira, seperti yang s'lalu kau duga
Pintaku kau percayalah usah ragu

Datanglah kau kekasih, dekap aku erat-erat
Jangan campakkan pelukku yang tulus
Biarkan hujan turun basahi jiwa yang kering
Jangan tutup dirimu

Bersambung.......



   

1 komentar:

  1. Perkenalkan nama saya zull fikar. Dan saya ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH JONOSEUH atas bantuannya selama ini dan saya tidak menyanka kalau saya sudah bisa sukses dan ini semua berkat bantuan MBAH JONOSEUH,selama ini, saya yang dulunya bukan siapa-siapa bahkan saya juga selalu dihina orang2 dan alhamdulillah kini sekaran saya sudah punya usaha Restoran sendiri,itu semua atas bantuan beliau.Saya sangat berterimakasih banyak kepada MBAH JONOSEUH atas bantuan pesugihan putih dan dana ghaibnya, dan saya yang dulunya pakum karna masalah faktor ekonomi dan kini kami sekeluarga sudah sangat serba berkecukupan dan tidak pernah lagi hutang sana sini,,bagi anda yang punya masalah keuangan jadi jangan ragu-ragu untuk menghubungi MBAH JONOSEUH karna beliau akan membantu semua masalah anda dan baru kali ini juga saya mendaptkan para normal yang sangat hebat dan benar-benar terbukti nyata,ini bukan hanya sekedar cerita atau rekayasa tapi inilah kisah nyata yang benar-benar nyata dari saya dan bagi anda yg ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH JONOSEUH di O823 4444 5588 dan ingat kesempatan tidak akan datang untuk yang ke 2 kalinya terimah kasih..

    BalasHapus